Rabu, 10 April 2013

manfaat satelit terhadap perikanan

PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Perikanan merupakan salah satu sumber yang sangat berpotensial sebagai sumber pertumbuhan ekonomi bangsa. Sektor perikanan, pemanfaatannya masih sangant rendah. Padahal potensi ekonomi sektor ini sangat besar, baik dari perikanan tangkap maupun budidaya, mengingat negara kita adalah negara kepulauan yang 65% wilayahnya berupa lautan dan memiliki garis pantai terpanjang didunia.
            Potensi sumberdaya ikan lestari diperkirakan 6,6 juta ton per tahun, terdiri 4,5 juta ton perairan nusantara (pemanfaatannya baru 38%) dan 2,1 juta ton per tahun di perairan Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE) yang pemanfaatannya baru 20%. Tingkat pemanfaatan yang rendah itu terjadi karena produksi perikanan nasional lebih dari 90% disumbangkan nelayan dan petani ikan  tradisional (nelayan dengan perahu tanpa motor).
            Berdasarkan laporan BPS (1993), sebagian besar perahu yang digunakan untuk menangkap ikan adalah jenis perahu tak bermotor. Pada tahun 1991, perahu tanpa motor sebanyak 373.086 buah. Perahu dengan motor tempel sebanyak 81.940 dan kapal motor sebanyak 48.772 buah.
            Oleh karena itu tidaklah mengheranlkan apabila seringkali terdengar berita, baik media masa maupun media elektronik bahwa nelayan asing mencuri kekayaan laut indonesia. Misalnya nelayan thailand mengeruk kekayaan laut perairan Natuna, baik yang berupa ikan, terumbu karang, maupun merusak lebih dari 1000 rumpon yang ditebar kelompok nelayan.
            Kapal mereka yang besar dan kemampuan menjelajah sampai jauh memudahkan untuk untuk menjangkau kawasan manapun dari wilayah perairan kita. Mulai dari wilayah Aceh di sebelah barat hingga kawasan Timur Indonesia. Kedatangan mereka bukan tanpa alasan. Mereka dipandu dengan peta satelit yang setiap hari mereka peroleh. Peta tersebut menunjukkan data lokasi “upweling” yang merupakan tempat konsentrasi ikan di lautan.
Tujuan
            Tujan dari pembuatan makalah ini adalah agar dapat mengetahui pemanfaatan Sistem Informasi Geografis di Bidang Perikanan Indonesia.


TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Data Satelit Untuk Mencaari Konsentrasi Ikan
            Peranan teknologi satelit dalam melakukan observasi terhadap bumi dan antariksa dimulai sejak tanggal 1 April 1961, yaitu dengan diluncurkannya satelit TIROS-1 oleh Amerika. Dengan misi utamanya melakukan penelitian cuaca (Rais, 1996).
            Pada tahun 1972, Amerika meluncurkan satelit EARTS (Earth Resources Technology Satellite) yang kemudian namanya diganti dengan Landsat 1, 2, 3 dan seterusnya (Land Satellite). Satelite Landsat yang sekarang masih beroprasi adalah Ladsat 5 dan akan iluncurkan dengan Ladsat 6 (Rais, 1996).
            Satelit Landsat 1, 2, 3 yang merupakan satelit sumberdaya bumi generasi pertama merupakan satelit eksperimental. Sedangkan Landsat 4 dan 5 merupakan satelit semioprasional (Sutanto, 1987). Satelit Landsat 1, 2, 3 mempunyai liputan ulangan 18 hari sekali atau resulusi temporalnya 18 hari. adapun Landsat 4 dan 5 resulusi temporalnya 16 hari, artinya satelit ini melewati daerah yang sama setiap 16 hari sekali.  Hal ini sagat baik untuk memantau perubahan lingkungan yang terjadi.
            Landsat 4 dan 5 dilengkapi dengan sensor “Thematic Mapper (TM)”. Sensor TM bekerja dengan tujuh saluran. Salah satu salurannya yaitu saluran tujuh bekrja pada panjang gelombang inframerah termal (10.40-12.50µm) (Sutanto, 1987). Saluran tujuh ini mempunyai kemampuan membedakan temperatur panas dan dingin. Oleh karena itu, daerah upweling yang merupakan tempat terjadinya perubahan tempat terjadinya perubahan temperatur dapat dideteksi dengan citra ini.
            Satelit NOAA dilengkapi dengan sensor  AVHRR. Satelit ini membuahkan citra dengan cakupan selebar 3.000 Km dengan resulusi spasial 1.1 Km (Sutanto, 1987). Sensor AVHRR pada satelit NOAA merekam dengan menggunakan lima saluran. Salah satu salurannya yaitu saluran inframerah termal (10.5-11.5µm) dan (11.50-12.50µm) digunakan untuk mendeteksi suhu permukaan laut. Dari satelit NOAA-AVHRR dapat dilakukan perhitungan suhu permukaan laut yang sangat beranfaat untuk mendeteksi lokasi terjadinya upweling dan pertemuan dua arus laut yang berbeda suhu (front) (Rais, 1996). Satelit ini merekam daerah yang sama dua kali sehari, dengan kata lain resolusi temporalnya 2 kali/hari.
            Suhu permukaan air laut sangat erat hubungannya dengan produktifitas primer dan arus. Perubahan suhu permukaan air laut disebabkan oleh arus angin, kekeruhan air serta ombak yang biasa disebut dinamika laut. Perbedaan suhu permukaan air laut juga dapat diamati dengan teknologi penginderaan jauh (Budi, 1996).
            Adalah suatu kesempatan untuk melakukan pemantauan suhu permukaan laut pada study dan eksploitasi laut dan wilayah pesisir, dimana aplikasi teknologi penginderaan jauh untuk oseanografi telah mulai diperkenalkan sejak dua dekade terakhir. Data satelit visibel dan radiometer inframerah yang di tujukan untuk oseanografi di luncurkan pertama kali pada tahun 1978 dengan menggunakan wahana satelit TIROS. Di samping itu terdapat banyak usaha dan penelitian untuk menentukan parameter mana yang memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh komunitas oseanografi yang disediakan dengan wahana pesawat maupun satelit.(Hasanuddin, 1995).
            Pengetahuan mengenai suhu permukaan laut sangat bermanfaat untuk banyak hal yang terkait dengan penelitian lain maupun aplikasi pemanfaatannya. Suhu permukaan laut merupakan salah satu faktor utama penggerak siklus musim baik di daerah tripis maupun sub tropis dimana suhu permukaan laut akan mempengaruhi kondisi atmosfer, cuaca dan musim, bahkan munculnya fenomena El Nino dan Lanina dapat di pelajari melalui suhu permukaan laut. Banyak lagi hal lain yang terkait dengan aplikasi yang dapat dipengaruhi oleh suhu permukaan laut, diantaranya kesuburan perairan / laut serta bidang perikanan.
            Salah satu kendala utama pemanfaatan data satelit NOAA untuk monitoring suhu permukaan laut adalah keterbatasan panjang gelombang yang  digunakan oleh satelit dimana panjang gelombang yang digunakan tersebut sensitif terhadap perubahan atau perbedaan suhu permukaan laut akan tetapi tidak bisa menembus awan.
            Satelit GOES atau satelit Lingkungan Oprasional Geostasioner merekam hampir seluruh belahan bumi. Citra GOES dibuat tiap setengah jam dengan menggunakan saluran tampak (0.55-0.70µm). saluran yang terakhir ini merekam suhu permukaan air laut (sutanto. 1987).
            Monitoring sumberdaya laut menhendaki banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan maupun tahunan) yagn lebih dikenal dengan analisi multitemporal. Dengan menggunakan data satelit pengindraan jauh dapat dilakukan dengan mudah. Cepat dan murah, mengingat observasi laut lepas selalu memerlukan usaha berat. Waktu yang lama dan biaya yang sangat mahal (Rais dkk., 1996).



KESIMPULAN

Kesimpulan   
Meskipun pemerintah telah melakukan deregulasi perikanan dengan melonggarkan prosedur operasional kapal penangkapan ikan, misalnya memberikan peluang pengusaha untuk mengekploitsai potensi perikanan lebih leluasa tetapi masih ada masalah yang sangat mendasar, yakni sumberdaya manusia yang merupakan pelaku utama dalam hal penangkapan ikan.
            Untuk mengetahui tempat ikan berkumpul dilaut dapat dipandu dengan data setelit, baik Landsat, NOAA, GOES maupun satelit lain yang dapat menunjukkan dimana konsentari ikan terjadi. Apa lagi dengan berdirinya stasiun bumi di pekayon dan stasiun pare-pare, maka ketersedian data satelit yagn dapat menyajikan informasi konsentrasi ikan di seluruh wilayah Inonesia.
Saran
            Perlu ditingkatkannya kerja sama antara pemerintah dengan perusahaan yagn bergerak di bidang perikanan. Pemerintah dalam hal ini adalah LAPAN dan BPPT menyediakan data mengenai lokasi upweling di seluruh wilayah perairan Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Budi, S. 1996. Deregulasi Perikanan Dan Revolusi Baru, Dalam Harian Republika. Senin 15 Juli 1996.
Hasanuddin, Z, A. 1995. Penentuan Posisi Dengan GPS dan Aplikasinya. Pradnya paramita. Jakarta.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jambatan. Jakarta.
Rais, Y. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya paramita. Jakarta.
Sutanto. 1987. Pengindraan Jauh Jilid 2. UGM press. Yogyakarta.